Gue mau share lirik lagu yang jadi favorite gue banget..
correct me if i'm wrong :)
Isyana Sarasvati - Keep Being You
I don't want your money
Forget about that honey
I just wanna be with you
Fancy things won't get me
Diamonds, there are plenty
But there is only one of you
Baby we could be together
Nothing but your love forever
I can be your lover
You can be my lover
I won't need nobody but you
Just the way that you move
Shows me what you can do
I don't need you to prove
Cause I already knew
Give me love, give me love baby
I just need your love, need your love baby
I don't need you to prove
Just keep being you
I dont need your flowers
Just your hours
Baby you have bloomed in my heart
So many have tried to
But only you do
Make me feel like this, yes you
Baby we could be together
Nothing but your love forever
I can be your lover
You can be my lover
I won't need nobody but you
Just the way that you move
Shows me what you can do
I don't need you to prove
Cause I already knew
Give me love, give me love baby
I just need your love, need your love baby
I don't need you to prove
Just keep being you
Oh darling I think that we've made it
I dont need anything, believe it
My heart feels rich when you're near me
There is no emptiness
You spread your love and I can feel it
Deep in my soul
I see you've given me much more
Thank you for the greatest gift of all
Just the way that you move
Shows me what you can do
I don't need you to prove
Cause I already knew
Give me love, give me love baby
I just need your love, need your love baby
I don't need you to prove
Just keep being you
Just keep being you
Makalah Kewirausahaan
Diposting oleh
Unknown
on Minggu, 14 Juni 2015
/
Comments: (0)
“Makalah Kewirausahaan”
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewirausahaan
Dosen : Irma
Yinawati, Dra., M.M
Disusun
Oleh :
Dewi
Muharomah (13030108)
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER MARDIRA
INDONESIA
PROGRAM STUDI KOMPUTERISASI AKUNTANSI DIPLOMA TIGA
(KA-D3)
Jl. Soekarno Hatta No 211 , Bandung 40235, Jabar
Telepon: 022-5320382
Telepon: 022-5320382
BAB I
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
KEWIRAUSAHAAN DAN WIRAUSAHA
Wirausaha dari
segi etimologi berasal dari kata wira dan usaha. Wira, berarti pejuang,
pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak
agung. Usaha, berarti perbuatan amal, berbuat sesuatu.
Sedangkan, Pengertian Kewirausahaan (Inggris: Entrepreneurship) atau
Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan membawa visi ke
dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang
lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil akhir dari proses tersebut adalah
penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi risiko atau ketidakpastian.
Jadi, secara umum pengertian kewirausahaan adalah kegiatan penciptaan
bidang usaha yg baru.
Pengertian Kewirausahaan memiliki arti yang
berbeda-beda antar para ahli atau sumber acuan karena berbeda-beda titik berat
dan penekanannya. Richard Cantillon misalnya, memberikan pengertian
kewirausahaan sebagai bekerja sendiri (self-employment). Seorang
wirausahawan membeli barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya pada
masa yang akan datang dengan harga tidak menentu.
PENGERTIAN
KEWIRAUSAHAAN DAN WIRAUSAHA MENURUT PARA AHLI
·
Robbin & Coulter
Kewirausahaan
adalah proses di mana seorang individu atau kelompok individu menggunakan
upaya terorganisir dan sarana untuk mencari peluang untuk menciptakan nilai dan
tumbuh dengan memenuhi keinginan dan kebutuhan melalui inovasi dan keunikan,
tidak peduli apa sumber daya yang saat ini dikendalikan.
·
Soeharto Prawiro
Kewirausahaan
adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha (start-up phase)
dan perkembangan usaha (venture growth).
·
Acmad Sanusi, 1994
Kewirausahaan
adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan dasar sumber
daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis.
·
Jean Baptista Say (1816)
Seorang
wirausahawan adalah agen yang menyatukan berbagai alat-alat produksi dan
menemukan nilai dari produksinya.
·
Frank Knight (1921)
Wirausahawan
mencoba untuk memprediksi dan menyikapi perubahan pasar. Definisi ini
menekankan pada peranan wirausahawan dalam menghadapi ketidakpastian pada
dinamika pasar. Seorang worausahawan disyaratkan untuk melaksanakan
fungsi-fungsi manajerial mendasar seperti pengarahan dan pengawasan.
·
Joseph Schumpeter (1934)
Wirausahawan
adalah seorang inovator yang mengimplementasikan perubahan-perubahan di dalam
pasar melalui kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut bisa dalam
bentuk:
a. Memperkenalkan
produk baru atau dengan kualitas baru,
b. Memperkenalkan
metoda produksi baru,
c. Membuka
pasar yang baru (new market),
d. Memperoleh
sumber pasokan baru dari bahan atau komponen baru, atau
e. Menjalankan
organisasi baru pada suatu industri. Schumpeter mengkaitkan wirausaha dengan
konsep inovasi yang diterapkan dalam konteks bisnis serta mengkaitkannya dengan
kombinasi sumber daya.
·
Harvey Leibenstein (1968,1979)
Kewirausahaan
mencakup kegiatan-kegiatann yang dibutuhkan untuk menciptakan atau melaksanakan
perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk atau belum teridentifikasi
dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui sepenuhnya.
·
Penrose (1963)
Kegiatan
kewirausahaan mencakup indentifikasi peluang-peluang di dalam sistem ekonomi.
Kapasitas atau kemampuan manajerial berbeda dengan kapasitas kewirausahaan.
·
Israel Kirzner (1979)
Wirausahawan
mengenali dan bertindak terhadap peluang pasar. Entrepreneurship Center at
Miami University of Ohio: Kewirausahaan sebagai proses mengidentifikasi,
mengembangkaan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa
ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu.
·
Raymond, (1995)
·
Wirausaha adalah orang yang kreatif dan
inovatif serta mampu mewujudkanya untuk meningkatkan kesejahteraan diri
masyarakat dan lingkungan.
SEJARAH KEWIRAUSAHAAN
Wirausaha
secara historis sudah dikenal sejak diperkenalkan oleh Richard Castillon pada
tahun 1755. Di luar negeri, istilah kewirausahaan telah dikenal sejak abad 16,
sedangkan di Indonesia baru dikenal pada akhir abad 20. Beberapa istilah
wirausaha seperti di Belanda dikenadengan ondernemer, di Jerman dikenal
denganunternehmer. Pendidikan kewirausahaan mulai dirintis sejak 1950-an di
beberapa negara seperti Eropa, Amerika, dan Kanada.Bahkan sejak 1970-an banyak
universitas yang mengajarkan kewirausahaan atau manajemen usaha kecil. Pada
tahun 1980-an, hampir 500 sekolah di Amerika Serikat memberikan pendidikan
kewirausahaan. DI Indonesia, kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada
beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan
perkembangan dan tantangan seperti adanya krisis ekonomi, pemahaman
kewirausahaan baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan-pelatihan di
segala lapisan masyarakat kewirausahaan menjadi berkembang
CIRI-CIRI DAN SIFAT KEWIRAUSAAN
Untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka setiap
orang memerlukan ciri-ciri dan juga memiliki sifat-sifat dalam kewirausahaan.
Ciri-ciri seorang wirausaha adalah:
·
Percaya diri
·
Berorientasikan tugas dan hasil
·
Berani mengambil risiko
·
Kepemimpinan
·
Keorisinilan
·
Berorientasi ke masa depan
·
Jujur dan tekun
Sifat-sifat seorang
wirausaha adalah:
·
Memiliki sifat keyakinan, kemandirian, individualitas, optimisme.
·
Selalu berusaha untuk berprestasi, berorientasi pada laba, memiliki
ketekunan dan ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka bekerja keras, energik
dan memiliki inisiatif.
·
Memiliki kemampuan mengambil risiko dan suka pada tantangan.
·
Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain dan suka
terhadap saran dan kritik yang membangun.
·
Memiliki inovasi dan kreativitas tinggi, fleksibel, serba bisa dan memiliki
jaringan bisnis yang luas.
·
Memiliki persepsi dan cara pandang yang berorientasi pada masa depan.
·
Memiliki keyakinan bahwa hidup itu sama dengan kerja keras.
FUNGSI
WIRAUSAHA
Pada
dasarnya manusia membutuhkan makan, minum, pakaian, dan sebagainya. Kebutuhan
itu akan semakin meningkat seiring dengan kemajuan zaman yang menuntun manusia
untuk melakukan kegiatan konsumtif. Pengangguran yang semakin meningkat kalau
tidak ditanggulangi akan membuat manusia berpotensi ke arah negatif. Oleh
karena itu, dibutuhkan jiwa kewirausahaan bagi setiap manusia sehingga menekan
jumlah pengangguran.
Setiap
Wirausaha memiliki fungsi pokok dan fungsi tambahan sebagai berikut:
1. Fungsi
pokok wirausaha yaitu:
a.
Membuat keputusan-keputusan penting dan
mengambil resiko tentang tujuan dan sasaran perusahaan.
b.
Memutuskan tujuan dan sasaran
perusahaan.
c.
Menetapkan bidang usaha dan pasar yang
akan dilayani.
d.
Menghitung skala usaha yang
diinginkannya.
e.
Menentukan modal yang diinginkan (modal
sendiri atau modal dari luar).
f.
Memilih dsan mernetapkan kreteria
pegawai/karyawan dan memotivasinya.
g.
Mengendalikan secara efektif dan
efesien.
h.
Mencari dan menciptakan cara baru.
i.
Mencari terobosan baru dalam mendapatkan
masukan atau input serta mengelolahnya menjadi barang atau jasa yang menarik.
j.
Memasarkan barang dan jasa tersebut
untuk memuaskan pelanggan dan sekaligus dapat memperoleh dan mempertahankan
keuntungan maksimal.
2. Fungsi
tambahan wirausaha, yaitu:
a.
Mengenali lingkungan perusahaan dalam
rangka mencari dan menciptakan peluang usaha.
b.
Mengendalikan lingkungan ke arah yang
menguntungkan bagi perusahaan.
c.
Menjaga lingkingan usaha agar tidak
merugiakan masyarakat mauoun merusak lingkungan akibat dari limbah usaha yang
mungkin dihasilkannya.
d.
Meluangkan dan peduli atas CSR. Setiap
pengusaha harus peduli dan turut serta bertanggung jawab terhadap lingkungan
sekitar.
PRINSIP KEWIRAUSAHAAN
Prinsip-Prinsip kewirausahaan yang paling penting adalah Berani atau keluar
dari Rasa takut akan gagal.makna berani disini adalah tindakan dimana kita
harus bisa mengambil sikap atas peluang-peluang yang muncul dalam hidup ini terutama
peluang untuk mendirikan usaha.Seorang wirausahawan tidak mengenal tingkat
pendidikan tapi mengenal pada tingkat seseorang berani mengambil
Resiko.Walaupun pendidikan itu penting tapi perannya disini justru adalah pada
tingkatan keberanian akan usaha yang akan kita buat.Pendidikan disini berguna
pada tingkat keahlian dari bidang usaha yang akan kita dirikan tapi hal
tersebut bukan lah jadi prinsip dasar dalam membangung usaha tapi keberanian
kita lah yang dapat menjadi prinsip dasar dalam membangun usaha.
Disamping itu untuk menjadi wirausahawan kita juga dituntut untuk berfikir
optimis atas peluang dan segala usaha yang kita lakukan,karena dengan begitu
semangat dan kemauan yang keras juga ketekunan kita akan menciptakan usaha kita
yang maju dan terus berkembang.Juga disamping itu kita harus berfikir
alternatif dimana dengan berfikir alternatif kita menciptakan suatu Ide dan
strategy dari dan atas usaha yang akan kita lakukan untuk usaha kita.
Faktor-Faktor
Penyebab Munculnya Semangat Wirausaha
·
Keinginan meniru figur seseorang yang
sukses : meniru orang sukses bukan hanya sekedar mencari tahu resep sukses
mereka, tetapi juga meniru semangat dan kerja keras mereka. Orang sukses adalah
orang yang memiliki kepribadian positif, maka pelajari karakter positif mereka,
yang membawa mereka pada kesuksesan.
·
Rasa suka terhadap tantangan
: tantangan dalam hidup bukan merupakan hal yang harus dihindari, tetapi
justru harus dihadapi dengan cerdas dan selalu berpikir positif. Karena melalui
tantangan-tantangan tersebut kita ditempa untuk menjadi lebih tangguh.
·
Keinginan untuk tetap bertahan hidup
: hal ini merupakan naluri alamiah manusia, yaitu keinginan untuk
mempertahankan hidupnya atau menyelamatkan hidupnya. Karena keinginan untuk
bertahan hiduplah maka kita harus selalu mengasah kemampuan berpikir untuk
mengembangkan hal-hal baru.
·
Keinginan untuk memperbaiki taraf hidup
yang lebih baik lagi, dari yang di jalan :manusia merupakan sosok yang memiliki
kecerdasan dan perasaan. Maka selain bertahan hidup, secara naluri manusia juga
berkeinginan dan berusaha untuk membuat hidup lebih nyaman dan lebih baik.
·
Kegagalan yang dialami dalam meniti
karir pekerjaan : kegagalan merupakan kesuksesan yang tertunda. Kita harus
belajar dari kegagalan kita sehingga muncul semangat baru untuk lebih berhasil.
·
Adanya cita-cita untuk menjadi pengusaha
: setiap manusia yang hidup pasti mempunyai cita-cita yang ingin digapai.
Cita-cita tersebut merupakan harapan seseorang di masa yang akan datang, untuk
mewujudkan cita-cita menjadi pengusaha, maka kita harus terus belajar dan
berani berusaha.
PENTINGNYA KEWIRAUSAHAAN DI KALANGAN
MAHASISWA
Fenomena
yang terjadi saat ini banyak sekali mahasiswa ketika lulus kuliah mereka hanya
ingin menjadi seorang pegawai, ini terlihat dari hasil wawancara dengan
para mahasiswa sekitar 75% menjawab akan melamar kerja, dengan kata lain
menjadi pegawai(karyawan), dan hanya sekitar 4% yang menjawab ingin
berwirausaha, dan selebihnya menjadi karyawan dan berwirausaha. Ini
menggambarkan betapa pola piker untuk menjadi wirausaha di kalangan mahasiswa
masih sangat kecil.
Dari
hasil penelitian mahasiswa sulit untuk mau dan mulai berwirausaha dengan alas
an mereka tidak diajar dan dirangsang untuk berusaha sendiri, dan factor yang
tidak kalah pentingnya adalah tidak ada atau sulitnya memiliki modal untuk
berwirausaha, dan mereka kurang mampu dan mau menciptakan lapangan kerj
sendiri.
Dalam
hal ini pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship) sangat penting dan
diharapkan mampu menciptakan jiwa-jiwa wirausaha, sehingga mereka mampu mandiri
dan menciptakan lapangan kerja yang setiap tahun terus bertambah,
MENGUBAH POLA PIKIR
Kita
perlu prihatin dengan rendahnya minat wirausaha di kalangan mahasiswa dan
pemuda , Namun kita tidak perlu menyalahkan siapa pun, yang jelas kesalahan
pada kita semua. Sekarang inilah kesempatan kita untuk mendorong para pelajar
dan mahasiswa untuk mulai mengenali membuka usaha atau berwirausaha. Pola pikir
dan lingkungan yang selalu berorentasi menjadi karyawn mlai sekarang kita putar
balik menjadi berorientasi untuk mencari karyawan (pengusaha).salah satu
caranya adalah mengubah pola pikir kita yaitu dengan mempelajari
keuntungan dan kelebihan berwirausaha disbanding menjadi pegawai.
Tetapi
dalam mengubah pola pikir tersebut tidak mudah tetapi harus dilakukan secara
bertahap. Pertama dengan mendirikan sekolah yang berwawasan wirausaha
atau menerapkan mata kuliah kewirausahaan seperti yang sekarang ini digalakkan
di berbagai perguruan tinggi. Kedua, di dalam pendidikan
kewirausahaan perlu ditekankan keberaniaan untuk memulai
berwirausaha. Ketiga, dengan berwirausaha masa depan ada di tangan
kita,bukan di tangan orang lain.
Dorongan
berbentuk motivasi yang kuat untuk maju dari pihak keluarga merupakan modal
awal untuk menjadi wirausahaa. Dengan dukungan pihak keluarga mereka memiliki
mental dan motivasi sebagai factor pendorong utama. Keluarga dapat merangsang
para mahasiswa dengan memberikan gambaran nyata betapa nikmatnya memiliki usaha
sendiri (pengusaha). Yakinkan enaknya memiliki pegawai atau menjadi bos,
memiliki kebebasan member perintah bukan diperintah, meraih keuntungan yang tak
terbatas, dan segudang daya rangsang lainya yang dapat menggugah jiwa para
mahasiswa untuk berwirausaha.
KREATIVITAS
DAN INOVASI DALAM BERWIRAUSAHA
Kreativitas
adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan cara-cara baru dalam
pemecahanmasalah dan menemukan peluang (thinking new thing).
Inovasi adalah
kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam rangka pemecahan masalah dan
menemukan peluang (doing new thing)
Hambatan dan Teknik
Meningkatkan Kreativitas
Hambatan kreativitas
sebagai dinding atau bangunan mental yang menghambat kita untuk memahami atau
menemukan pemecahan atas suatu masalah.
Dalam proses
kreativitas terdapat hal-hal yang menghambat ataupun mendukung dalam diri
seseorang, yaitu:
1. Hambatan
Kreativitas
“mental walls which
block the problem solver from correctly perceiving a problem or conceiving its
solution” yaitu dinding atau bangunan mental yang menghambat kita untuk
memahami atau menemukan pemecahanatas suatu masalah. Hambatan-hambatan
kreativitas dapat dijelaskan sebagai berikut :
·
Hambatan Psikologis
·
Hambatan Budaya
·
Hambatan LIngkungan
·
Hambatan Bahasa Berpikir
·
Hambatan Keterpakuan Fungsional
·
Hambatan Kebiasaan Memandang
2. Teknik
Meningkatkan Kreativitas
Cara umum meningkatkan
kreativitas adalah dengan mengubah cara berpikir dan proses bertindak. Untuk
mencari cara-cara meningkatkan kreativitas dalam proses pemecahan masalah.
·
Perumusan masalah secara kreatif
·
Bertanya dan bertanya
·
Curah gagasan
·
Orang aneh
·
Iklim kreatif
Arti Penting Inovasi
dalam Kewirausahaan
Ada lima jenis
inovasiyang penting dilakukan pengusaha, yaitu :
·
Pengenalan barang baru atau perbaikan
barang yang sudah ada
·
Pengenalan metode produksi baru
·
Pembukaan pasar baru, khususnya pasar
ekspor atau daerah yang baru
·
Penciptaan/pengadaan persediaan (supply)
bahan mentah atau setengah jadi baru
·
Penciptaan suatu bentuk organisasi
industri baru
Teknik Mengembangkan
Inovasi
Kemenangan
bisa dicapai dengan cara menciptakan pasar baru lewat inovasi. Inovasi harus
terus dibangun melalui budaya kreatif, mengikuti tren perubahan, dan membangun
pasar.
Seorang
wirausaha harus segera menterjemahkan mimpi-mimpinya menjadi inovasi. Inovasi
adalah kreativ yang diterjemahkan menjadi sesuatu yang dapat diimplementasikan
dan memberikan nilai tambah atas sumber yang kita miliki. Sifat inovasi dapat
ditumbuhkembangkan dengan memahami bahwa inovasi adalah seatu kerja keras,
terobosan, dan kaizen (perbaikan terus menerus)
Melindungi Gagasan dari
Hasil Kreativitas dan Inovasi
Banyak
perusahaan yang tidak mengetahui pentingnya hak perlindungan usaha.
Wirausahawan harus memahami cara mendapatkan hak paten, merek dagang dan hak
cipta.
Pengusaha
harus memahami cara mendapatkan hak paten, merek dagang, dan hak cipta yang
biasanya disebut dengan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), yaitu hak eksklusif
yang diberikan oleh Negara kepada seseorang atau sekelompok orang untuk
memegang monopoli dalam menggunakan dan mendapatkan manfaat ekonomi dari
kekayaan intelektual.
ANALISIS
SWOT
Analisis adalah
metode perencanaan strategis yang
digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses),
peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau
suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT
(strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Proses ini
melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan
mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak
dalam mencapai tujuan tersebut. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara
menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya,
kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah
bagaimana kekuatan (strengths) mampu mengambil keuntungan (advantage) dari
peluang (opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan
(weaknesses) yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang
(opportunities)yang ada, selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu
menghadapi ancaman (threats) yang ada, dan terakhir adalah bagaimana cara
mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu membuat ancaman (threats) menjadi
nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru.
BAB II
KESIMPULAN
KESIMPULAN
kewirausahaan adalah
proses menciptakan sesuatu yang lain dengan menggunakan waktu dan kegiatan
disertai modal dan resiko serta menerima balas jasa dan kepuasan serta
kebebasan pribadi. Kewirausahaan adalah suatu sikap mental, pandangan, wawasan
serta pola pikir dan pola tindak seseorang terhadap tugas-tugas yang menjadi
tanggungjawabnya dan selalu berorientasi kepada pelanggan. Atau dapat juga
diartikan sebagai semua tindakan dari seseorang yang mampu memberi nilai
terhadap tugas dan tanggungjawabnya.
Makalah Peraturan UU o.36 Tahun Tentang Telekomunikasi, Azas dan Tujuan Telekomunikasi, Penyelenggaraan Telekomunikasi, Penyidikan dan Sanksi Administrasi serta Ketentuan Pidana
Diposting oleh
Unknown
on Jumat, 12 Juni 2015
/
Comments: (0)
Makalah Etika & Profesi
Peraturan UU no.36 Tahun Tentang Telekomunikasi, Azas dan
Tujuan Telekomunikasi,
Penyelenggaraan Telekomunikasi, Penyidikan dan Sanksi
Administrasi serta Ketentuan Pidana
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika & Profesi
Dosen :
Drs. H. Zaenal, M.Ag
Disusun
Oleh :
Dewi
Muharomah (13030108)
Santi
Rahayu (13030109)
Melawati
(13030110)
Lina
Marlina (13030118)
Hasyanti
(14030026)
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER MARDIRA
INDONESIA
PROGRAM STUDI KOMPUTERISASI AKUNTANSI DIPLOMA TIGA
(KA-D3)
Jl. Soekarno Hatta No 211 , Bandung 40235, Jabar
Telepon: 022-5320382
Telepon: 022-5320382
KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah swt, atas rahmat dan karunia-Nya
dengan ini tugas makalah mata kuliah Etika Profesi yang berjudul “Peraturan UU
no.36 Tentang Telekomunikasi” terselesaikan tepat waktunya. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, keluarga,
sahabat, tabi’in, tabi’at, serta mudah-mudahan sampailah kepada kita selaku
umatnya yang beriman.
Makalah
ini diajukan sebagai bagian dari tugas mata kuliah Etika dan Profesi. Penyusun
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa
bantuan orang lain.
Mudah-mudahan
atas segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penyusun, mendapat
imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Tak ada
gading yang tak retak, Hanya pepatah itulah yang mungkin dapat menggambarkan
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kemajuan
di masa mendatang.
Harapan
penyusun semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya, serta
penyusun khususnya.
Bandung,
20 Maret 2015
PENYUSUN
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................ .................................................... i
DAFTAR
ISI............................................................................................... ................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar
Belakang ...... 1
1.2
Rumusan Masalah.............................................................................................................. 1
1.3 Tujuan
Penulisan ............................................................................................................... 2
1.4
Manfaat Penulisan............................................................................................................. 2
1.5
Sistematika Penulisan......................................................................................................... 3
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP................................................................. 4
2.1 Pengertian Undang-undang............................................................................................. 4
2.2 Undang-undang kesehatan .............................................................................................. 4
2.3 Asas dan Tujuan .............................................................................................................. 5
2.3.1
Pasal 2 5
2.3.2
Pasal 3 5
BAB III
ISI 5
3.1 UU
No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan......................................................................... 6
3.2 Hak
dan Kewajiban 6
3.3
Tanggung Jawab Pemerintah 8
3.4
Sumber Daya Bidang Kesehatan ...... 9
3.5
Fasilitas Pelayanan Kesehatan......................................................................................... 12
3.6
Perbekalan Kesehatan ..................................................................................................... 15
3.7
Teknologi dan Produk teknologi....................................................................................... 17
BAB IV
PENUTUP.................................................................................................................... 19
4.1
Kesimpulan ...................................................................................................................... 19
4.2
Saran................................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dalam rangka mendukung peningkatan berbagai aspek,
mulai dari aspek perekonomian, pendidikan, dan hubungan antar bangsa, yang
perlu ditingkatkan melalui ketersediaannya baik dari segi aksesibilitas,
densitas, mutu dan layanannya sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan
masyarakat.
Beberapa alasan telekomunikasi perlu diatur adalah:
1.
Telekomunikasi merupakan suatu bidang yang menguasai hajat hidup orang
banyak sehingga pengaturannya perlu dilakukan secara khusus agar sesuai dengan
Prinsip Ekonomi indonesia yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 1945).
2.
Telekomunikasi mempunyai arti penting karena dapat dipergunakan sebagai
suatu wahana untuk mencapai pembangunan nasional dalam mewujudkan masyarakat
adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual, berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
3.
Penyelenggaraan telekomunikasi juga mempunyai arti strategis dalam upaya
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan,
mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta
meningkatkan hubungan antar bangsa.Sejak tahun 1961, industri telekomunikasi
di Indonesia telah mengalami kemajuan berarti dengan dimilikinya industri ini
secara tunggal oleh perusahaan negara.
Menurut beberapa sumber, faktor yang memicu lahirnya UU No. 36 Tahun 1999
adalah:
1.
Perubahan teknologi;
2.
Krisis Ekonomi, Sosial dan Politik; serta
3.
Dominasi pemerintah dalam penyelenggaraan telekomunikasi dan proyek
Nusantara21;
4.
Perubahan nilai layanan telekomunikasi dari barang publik menjadi
komoditas;
5.
Teledensity rendah;
6.
Masuknya modal asing di sektor telekomunikasi;
7.
Keterbatasan penyelenggara pada era monopoli dalam hal pembangunan
infrastruktur;
8.
Pergeseran paradigma perekonomiandunia, dari
masyarakat industri menjadi masyarakat informasi;
9.
Praktik bisnis yang tidak sehat di sektor telekomunikasi; dan
10. Kurangnya sumber daya manusia di
sektor telekomunikasi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah
Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi ?
2. Bagaimanakah
pasal-pasal yang menjelaskan tentang telekomunikasi ?
3. Apakah fungsi
Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Kesehatan bagi telekomunikasi ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui serta merangkum tentang
Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi.
1.3.2
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui secara spesifik tentang
Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi dan tujuannya.
1.4 MANFAAT
PENULISAN
1.4.1
Penulis
Makalah
ini diharapkan mampu menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis,
khususnya mengenai Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi. Dan
dapat memberi manfaat untuk mahasiswa/i program studi D-III Komputerisasi
Akuntansi STMIK MARDIRA INDONESIA.
1.4.2
Pendidikan
Makalah
ini diharapkan menjadi kajian pustaka di Sekolah Tinggi Manajemen Informatika
dan Komputer program studi D-III Komputerisasi Akuntansi, serta dapat menambah
wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa/i program studi D-III Komputerisasi
Akuntansi STMIK MARDIRA INDONESIA.
BAB II
LANDASAN
TEORI DAN KERANGKA KONSEP
2.1 PENGERTIAN
UNDANG-UNDANG
Undang-undang adalah peraturan yang dibuat
untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan dalam bentuk Negara.
Undang-undang dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang
mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan diantara kebudayaan.
Menurut
Drs. Jimmy Hassoloan, MM, dalam bukunya yang berjudul “Kewarganegaraan” Undang-undang
dikatakan sebagai Norma atau aturan yang mengikat seluruh masyarakat di sebuah
Negara.
Bisa dibayangkan jika suatu Negara tidak
diadakan sebuah peraturan terkait maka warga negaranya tersebut akan mengalami
krisis Norma.
2.2 TUJUAN UNDANG-UNDANG TELEKOMUNIKASI
Tujuan dari pembuatan
UU No. 36 mengenai telekomunikasi ini agar setiap penyelenggara jaringan dan
penyelenggara jasa telekomunikasi di Indonesia dapat mengerti dan memahami
semua hal yang berhubungan dengan telekomunikasi dalam bidang teknologi
informasi dari mulai azas dan tujuan telekomunikasi, penyelenggaraan
telekomunikasi, penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana.
Jadi, kemajuan dalam bidang telekomunikasi ini
tidak menimbulkan adanya keterbatasan dalam mengatur penggunaannya dibidang
teknologi informasi, karena sebagaimana yang kita ketahui, bahwa telekomunikasi
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan teknologi informasi ini
sebagai salah satu industri yang selalu mengalami perubahan yang sangat dinamis,
baik dari teknologi, aplikasi, layanan dan tuntutan kebutuhan pemakai jasa.
2.3 BATASAN MASALAH
Dalam halnya mengenai keterbatasan UU Telekomunikasi
No 36 Tahun 1999 ini, sejauh dari analisis kami bahwasannya tidak ditemui
adanya sebuah keterbatasan mengenai pengaturan penggunannya dalam teknologi
informasi, karena di dalamnya sudah dijelaskan sesuai dengan fungsi UU itu
sendiri yaitu sebagai pengatur penyelenggara telekomunikasi antara
penyelenggara dan pemakai jasa. Justru keberadaan UU ini dapat menjadi pilar
dari proses penyelegaraan telekomunikasi negara yang demokratis, tidak adanya
keterpihakan yang diuntungkan dengan UU ini. Dan melalui UU Telekomunikasi
ini, penyelenggara dan pemakai jasa dapat memperoleh suatu kerangka pengaturan
mengenai penggunaan telekomunikasi yang lebih sesuai dengan perkembangan
teknologi informasi, sehingga industri telekomunikasi tetap tumbuh dan
berkembang.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 PENJELASAN UU No. 36 TENTANG TELEKOMUNIKASI
Undang-undang Nomor 36 Tahun tentang Telekomunikasi,
pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan
peran penting dan strategis dalam menunjang dan mendorong kegiatan
perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan
bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, memperkukuh persatuan dan kesatuan
bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional
serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Perubahan lingkungan global dan
perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat mendorong
terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru,
dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil
konvergensi dengan teknologi informasi dan penyiaran sehingga dipandang perlu
mengadakan penataan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.
3.2
ISI UU No. 36 TENTANG TELEKOMUNIKASI
Isi dari UU No.
36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, sebagai berikut :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan Telekomunikasi adalah setiap
pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk
tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat,
optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya;
Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam
bertelekomunikasi;
Perangkat
telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan
bertelekomunikasi;
Sarana dan prasarana
telekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung
berfungsinya telekomunikasi;
a.
Pemancar radio adalah
alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan
gelombang
radio;
b.
Jaringan
telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya
yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
c.
Jasa telekomunikasi
adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan
menggunakan jaringan telekomunikasi;
d.
Penyelenggara
telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan
instansi pertahanan keamanan negara;
e.
Pelanggan adalah
perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;
f.
Pemakai adalah
perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak;
g.
Pengguna adalah
pelanggan dan pemakai;
h.
Penyelenggaraan
telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga
memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
i.
Penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan
telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
j.
Penyelenggaraan jasa
telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa
telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
k.
Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan,
dan pengoperasiannya khusus;
l.
Interkoneksi adalah
keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan
telekomunikasi yang berbeda;
m. Menteri adalah Menteri yang ruang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Telekomunikasi
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3
Telekomunikasi
diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa,
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,
mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan
hubungan antarbangsa.
BAB III
PEMBINAAN
Pasal 4
1) Telekomunikasi dikuasai
oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.
2) Pembinaan
telekomunikasi diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan telekomunikasi yang
meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian.
3) Dalam penetapan kebijakan,
pengaturan, pengawasan dan pengendalian di bidang telekomunikasi, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan
memperhatikan pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat serta
perkembangan global.
Pasal 5
1) Dalam rangka
pelaksanaan pembinaan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,
Pemerintah melibatkan peran serta masyarakat.
2) Peran serta masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa penyampaian pemikiran dan pandangan
yang berkembang dalam masyarakat mengenai arah pengembangan pertelekomunikasian
dalam rangka penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan di
bidang telekomunikasi.
3) Pelaksanaan peran
serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diselenggarakan oleh
lembaga mandiri yang dibentuk untuk maksud tersebut.
4) Lembaga sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) keanggotaannya terdiri dari asosiasi yang bergerak di
bidang usaha telekomunikasi, asosiasi profesi telekomunikasi, asosiasi produsen
peralatan telekomunikasi, asosiasi pengguna jaringan, dan jasa telekomunikasi
serta masyarakat intelektual di bidang telekomunikasi.
5) Ketentuan mengenai
tata cara peran serta masyarakat dan pembentukan lembaga sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Menteri bertindak sebagai penanggung jawab
administrasi telekomunikasi Indonesia.
PENYELENGGARAAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 7
1) Penyelenggaraan
telekomunikasi meliputi:
a.
penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi;
b.
penyelenggaraan jasa
telekomunikasi;
c.
penyelenggaraan
telekomunikasi khusus.
2) Dalam penyelenggaraan
telekomunikasi, diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
melindungi kepentingan
dan keamanan negara;
b.
mengantisipasi
perkembangan teknologi dan tuntutan global;
c.
dilakukan secara
profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
d.
peran serta
masyarakat.
Bagian Kedua
Penyelenggara
Pasal 8
1) Penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b, dapat
dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
a.
Badan Usaha Milik
Negara (BUMN);
b.
Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD);
c.
badan usaha swasta;
atau
d.
koperasi.
2) Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c,
dapat dilakukan oleh:
a.
perseorangan;
c.
badan hukum selain
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
3) Ketentuan mengenai
penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
1) Penyelenggara jaringan
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dapat menyelenggarakan
jasa telekomunikasi.
2) Penyelenggara jasa
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dalam
menyelenggarakan jasa telekomunikasi, menggunakan dan atau menyewa jaringan
telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.
3) Penyelenggara
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dapat
menyelenggarakan telekomunikasi untuk:
a.
keperluan sendiri;
b.
keperluan pertahanan
keamanan negara;
c.
keperluan penyiaran.
4) Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, terdiri dari
penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan:
a.
perseorangan;
b.
instansi pemerintah;
c.
dinas khusus;
d.
badan hukum.
5) Ketentuan mengenai
persyaratan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Larangan Praktek
Monopoli
Pasal 10
1) Dalam penyelenggaraan
telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di antara penyelenggara
telekomunikasi.
2) Larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang
berlaku.
Bagian Keempat
Perizinan
1) Penyelenggaraan
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat diselenggarakan setelah
mendapat izin dari Menteri.
2) Izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan:
a.
tata cara yang
sederhana;
b.
proses yang
transparan, adil dan tidak diskriminatif; serta
c.
penyelesaian dalam
waktu yang singkat.
3) Ketentuan mengenai
perizinan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban
Penyelenggara dan Masyarakat
Pasal 12
1) Dalam rangka
pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi,
penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan
atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai Pemerintah.
2) Pemanfaatan atau pelintasan
tanah negara dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku pula
terhadap sungai, danau, atau laut, baik permukaan maupun dasar.
3) Pembangunan,
pengoperasian dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari
instansi pemerintah yang bertanggung jawab dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 13
Penyelenggara
telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah dan atau bangunan milik
perseorangan untuk tujuan pembangunan, pengoperasian, atau pemeliharaan
jaringan telekomunikasi setelah terdapat persetujuan di antara para pihak.
Pasal 14
Setiap pengguna
telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jaringan telekomunikasi
dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 15
1) Atas kesalahan dan
atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka
pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada
penyelenggara telekomunikasi.
2) Penyelenggara
telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut
bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya.
3) Ketentuan mengenai
tata cara pengajuan dan penyelesaian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
1) Setiap penyelenggara
jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib
memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.
2) Kontribusi pelayanan
universal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk
penyediaan
sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau kompensasi lain.
3) Ketentuan kontribusi
pelayanan universal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 17
Penyelenggara jaringan
telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan
pelayanan telekomunikasi berdasarkan prinsip:
a. perlakuan yang sama
dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua pengguna;
b. peningkatan
efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan
c. pemenuhan standar
pelayanan serta standar penyediaan sarana dan prasarana.
Pasal 18
1) Penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian jasa
telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi.
2) Apabila pengguna
memerlukan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), penyelenggara telekomunikasi wajib memberikannya.
3) Ketentuan mengenai
pencatatan/perekaman pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
Penyelenggara jaringan
telekomunikasi wajib menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan
telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunikasi.
Pasal 20
Setiap penyelenggara
telekomunikasi wajib memberikan prioritas untuk pengiriman, penyaluran, dan
penyampaian informasi penting yang menyangkut:
a. keamanan negara;
c. bencana alam;
d. marabahaya; dan
atau
e. wabah penyakit.
Pasal 21
Penyelenggara
telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan
telekomunikasi yang
bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban
umum.
Pasal 22
Setiap orang dilarang
melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:
a. akses ke jaringan
telekomunikasi; dan atau
b. akses ke jasa
telekomunikasi; dan atau
c. akses ke jaringan
telekomunikasi khusus.
Bagian Keenam
Penomoran
Pasal 23
1) Dalam penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi ditetapkan dan digunakan sistem
penomoran.
2) Sistem penomoran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 24
Permintaan penomoran oleh penyelenggara jaringan
telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi diberikan berdasarkan
sistem penomoran sebagaimana dimaksud dalam pasal 23.
Bagian Ketujuh
Interkoneksi dan Biaya
Hak Penyelenggaraan
Pasal 25
1) Setiap penyelenggara
jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan interkoneksi dari
penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
2) Setiap penyelenggara
jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh
penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
3) Pelaksanaan
hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
berdasarkan prinsip:
a.
pemanfaatan sumber
daya secara efisien;
b.
keserasian sistem dan
perangkat telekomunikasi;
c.
peningkatan mutu
pelayanan; dan
d.
persaingan sehat yang
tidak saling merugikan.
4) Ketentuan mengenai
interkoneksi jaringan telekomunikasi, hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
1) Setiap penyelenggara
jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib
membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang diambil dari prosentase
pendapatan.
2) Ketentuan mengenai
biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
T a r i f
Pasal 27
Susunan tarif
penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau tarif penyelenggaraan jasa
telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
Besaran tarif
penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi ditetapkan
oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan
berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Telekomunikasi Khusus
Pasal 29
1) Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a dan
huruf b, dilarang disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi
lainnya.
2) Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf c,
dapat disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya sepanjang
digunakan untuk keperluan penyiaran.
Pasal 30
telekomunikasi belum
dapat menyediakan akses di daerah tertentu, maka penyelenggara telekomunikasi
khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a, dapat
menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b setelah
mendapat izin Menteri.
2) Dalam hal
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi sudah
dapat menyediakan akses di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka
penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud tetap dapat melakukan
penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi.
3) Syarat-syarat untuk
mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 31
1) Dalam keadaan
penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan keamanan negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf b belum atau tidak mampu
mendukung kegiatannya, penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud dapat
menggunakan atau memanfaatkan jaringan telekomunikasi yang dimiliki dan atau digunakan
oleh penyelenggara telekomunikasi lainnya.
2) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesepuluh
Perangkat
Telekomunikasi,
Spektrum Frekuensi
Radio, dan Orbit Satelit
Pasal 32
1) Perangkat
telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan atau
digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan
teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2) Ketentuan mengenai
persyaratan teknis perangkat telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 33
1) Penggunaan spektrum
frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin Pemerintah.
2) Penggunaan spektrum
frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan
peruntukannya
dan tidak saling mengganggu.
3) Pemerintah melakukan
pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum
frekuensi
radio dan orbit satelit.
4) Ketentuan penggunaan
spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang digunakan dalam penyelenggaraan
telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 34
1) Pengguna spektrum
frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan frekuensi, yang besarannya
didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi.
2) Pengguna orbit satelit
wajib membayar biaya hak penggunaan orbit satelit.
3) Ketentuan mengenai
biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 35
1) Perangkat
telekomunikasi yang digunakan oleh kapal berbendera asing dari dan ke wilayah
perairan Indonesia dan atau yang dioperasikan di wilayah perairan Indonesia,
tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32.
2) Spektrum frekuensi
radio dilarang digunakan oleh kapal berbendera asing yang berada di wilayah
perairan Indonesia di luar peruntukannya, kecuali:
a.
untuk kepentingan
keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana alam,
keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan keamanan lalu lintas pelayaran; atau
b.
disambungkan ke
jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi;
atau
c.
merupakan bagian dari
sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak pelayaran.
3) Ketentuan mengenai
penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 36
1) Perangkat
telekomunikasi yang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke
wilayah udara Indonesia tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
2) Spektrum frekuensi
radio dilarang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke wilayah
udara Indonesia di luar peruntukannya, kecuali:
a.
untuk kepentingan
keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana alam,
keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan keselamatan lalu lintas penerbangan;
atau
b.
disambungkan ke
jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi;
atau
c.
merupakan bagian dari
sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak penerbangan.
3) Ketentuan
mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37
Pemberian izin
penggunaan perangkat telekomunikasi yang menggunakan spektrum frekuensi radio
untuk perwakilan diplomatik di Indonesia dilakukan dengan memperhatikan asas
timbal balik.
Bagian Kesebelas
Pengamanan
Telekomunikasi
Pasal 38
Setiap orang dilarang
melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik
terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.
Pasal 39
1) Penyelenggara
telekomunikasi wajib melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap instalasi
dalam jaringan telekomunikasi yang digunakan untuk penyelenggaraan
telekomunikasi.
2) Ketentuan pengamanan
dan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 40
Setiap orang dilarang
melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi
dalam bentuk apapun.
Pasal 41
Dalam rangka
pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi atas permintaan
pengguna jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib melakukan
perekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna jasa
telekomunikasi dan dapat melakukan perekaman informasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 42
1) Penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh
pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa
telekomunikasi yang diselenggarakannya.
2) Untuk keperluan proses
peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi
yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas:
a.
permintaan tertulis
Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana
tertentu;
b.
permintaan penyidik
untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang- undang yang berlaku.
3) Ketentuan mengenai
tata cara permintaan dan pemberian rekaman informasi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
Pemberian rekaman
informasi oleh penyelenggara jasa telekomunikasi kepada pengguna jasa
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan untuk kepentingan proses
peradilan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), tidak merupakan
pelanggaran Pasal 40.
BAB V
P E N Y I D I K A N
Pasal 44
1) Selain Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang telekomunikasi.
2) Penyidik Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a.
melakukan pemeriksaan
atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang
telekomunikasi;
b.
melakukan pemeriksaan
terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di
bidang telekomunikasi;
c.
menghentikan
penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan
yang berlaku;
d.
memanggil orang untuk
didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
e.
melakukan pemeriksaan
alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga
berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
f.
menggeledah tempat
yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
g.
menyegel dan atau
menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga
berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
h.
meminta bantuan ahli
dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
telekomunikasi; dan
i.
mengadakan penghentian
penyidikan.
3) Kewenangan penyidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
Undang-undang Hukum Acara Pidana.
BAB VI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 45
Barang siapa melanggar
ketentuan Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 25
ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 29 ayat (2), Pasal 33
ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2) dikenai
sanksi administrasi.
Pasal 46
1) Sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin.
2) Pencabutan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan
tertulis.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara jaringan
telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara
telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 50
Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara
telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama
4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah).
Pasal 52
perangkat
telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
1) Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (1) atau Pasal 33
ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau
denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
2) Apabila tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 54
Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36
ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 55
Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56
Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 57
Penyelenggara jasa
telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 58
Alat dan perangkat
telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52 atau Pasal 56 dirampas untuk negara dan atau
dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59
Perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51,Pasal 52, Pasal
53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 60
Pada saat
mulai berlakunya Undang-undang ini, Penyelenggara Telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, tetap
dapat menjalankan kegiatannya dengan ketentuan dalam waktu selambat-lambatnya 1
(satu) tahun sejak Undang-undang ini dinyatakan berlaku wajib menyesuaikan
dengan Undang-undang ini.
Pasal 61
(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini,
hak-hak tertentu yang telah diberikan oleh Pemerintah kepada Badan
Penyelenggara untuk jangka waktu tertentu berdasarkan Undang-undang No. 3 Tahun
1989 masih tetap berlaku.
(2) Jangka waktu hak tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dipersingkat sesuai dengan kesepakatan antara
Pemerintah dan Badan Penyelenggara.
Pasal
62
Pada saat
Undang-undang ini berlaku semua peraturan pelaksanaan Undang-undang No. 3 Tahun
1989 tentang Telekomunikasi (lembaran Negara Tahun 1989 No. 11, Tambahan
Lembaran Negara No. 3391) masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan
atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 63
Dengan
berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang
Telekomunikasi dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 64
Undang-undang
ini mulai berlaku 1 (satu) tahun setelah tanggal diundangkan.
3.3 Tujuan Penyelenggaraan
Telekomunikasi
Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian
dapat dicapai, antara lain, melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan
kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi,
mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan
profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak
kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah. Dalam pembuatan UU ini
dibuat karena ada beberapa alasan,salahsatunya adalah bahwa pengaruh
globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah
mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang
terhadap telekomunikasi dan untuk manjaga keamanan bagi para pengguna teknologi
informasi.
3.4 Pembinaan Telekomunikasi
Telekomunikasi dikuasai oleh negara dan pembinaannya
dilakukan oleh Pemerintah. Mengapa demikian ? Pembuat undang-undang mempunyai
arugumentasi karena mengingat telekomunikasi merupakan salah satu cabang
produksi yang penting dan strategis dalam kehidupan nasional, maka
penguasaannya dilakukan oleh negara, yang dalam penyelenggaraan ditujukan untuk
sebesar-besarnya bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat. Dengan begitu
pembinaan telekomunikasi diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan
telekomunikasi yang meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, dan pengendalian.
Dalam penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan
pengendalian di bidang telekomunikasi, ini dilakukan secara menyeluruh dan
terpadu dengan memperhatikan pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam
masyarakat serta perkembangan global. Fungsi penetapan kebijakan, antara lain,
perumusan mengenai perencanaan dasar strategis dan perencanaan dasar teknis
telekomunikasi nasional.
Fungsi pengaturan mencakup kegiatan yang bersifat umum dan
atau teknis operasional yang antara lain, tercermin dalam pengaturan perizinan
dan persyaratan dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Fungsi pengawasan adalah
pengawasan terhadap penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk pengawasan
terhadap penguasaan pengusahaan, pemasukan, perakitan, penggunaan frekuensi dan
orbit satelit, serta alat, perangkat, sarana dan prasarana telekomunikasi.
Fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian
dilaksanakan oleh Menteri. Sesuai dengan perkembangan keadaan, fungsi
pengaturan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan telekomunikasi dapat
dilimpahkan kepada suatu badan regulasi.
3.5 Peranserta Masyarakat
Menyelenggarakan Telekomunikasi
Dalam rangka efektivitas pembinaan, pemerintah melakukan
koordinasi dengan instansi terkait, penyelenggara telekomunikasi, dan
mengikutsertakan peran masyarakat. Dalam posisi yang demikian, pelaksanaan
pembinaan telekomunikasi yang dilakukan Pemerintah melibatkan peran serta
masyarakat, berupa penyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam
masyarakat mengenai arah pengembangan pertelekomunikasian dalam rangka
penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan di bidang 70
telekomunikasi.
Pelaksanaan peran serta masyarakat diselenggarakan oleh
lembaga mandiri yang dibentuk untuk maksud tersebut. Lembaga seperti ini
keanggotaannya terdiri dari asosiasi yang bergerak di bidang usaha
telekomunikasi, asosiasi profesi telekomunikasi, asosiasi produsen peralatan
telekomunikasi, asosiasi pengguna jaringan, dan jasa telekomunikasi serta
masyarakat intelektual di bidang telekomunikasi. Ketentuan mengenai tata cara
peran serta masyarakat dan pembentukan lembaga masih akan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
3.6 Penanggungjawab Administrasi
Telekomunikasi
Menteri bertindak sebagai penanggung jawab administrasi
telekomunikasi Indonesia. Sesuai dengan ketentuan Konvensi Telekomunikasi
Internasional, yang dimaksud dengan Administrasi Telekomunikasi adalah Negara
yang diwakili oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Dalam hal ini,
Administrasi Telekomunikasi melaksanakan hak dan kewajiban Konvensi
Telekomunikasi Internasional dan peraturan yang menyertainya.
Administrasi Telekomunikasi Indonesia juga melaksanakan hak
dan kewajiban peraturan internasional lainnya seperti peraturan yang ditetapkan
Intelsat (Internasional Telecommunication Satellite Organization) dan Inmarsal
(Internasional Maritime Satellite Organization) serta perjanjian internasional
di bidang telekomunikasi lainnya yang diratifikasi Indonesia.
3.7 Contoh Kasus